Jumat, 13 Juni 2014

Bulan Penuh di atas Pulau Bali

Gurat kelelahan terlihat begitu ketara, mempertegas garis garis usia. Hanya beberapa bulan dari saat terakhir kali kami bertemu namun wajahnya terlihat semakin tirus, berpikir terlalu keras, bekerja sepanjang waktu. Dia berusaha menutupi semua lelahnya dan berjuang melawan kantuknya untuk sebuah pertemuan. Hampir aku mengirimkan kekhawatiran, hingga dia mampu menghentikannya, "I'm okay, don't worry." Ya, bukan kekhawatiranku yang dia butuhkan, namun do'a dan segala harapan baik.
Beradu kata hingga dini hari hampir menjelang. Aku berusaha memahami alur pemikirannya dan tak berusaha mengintervensi. Akhirnya aku mampu memahami, kami berpijak pada kaki masing masing, hidup dalam dunia kami masing masing, menjalani takdir masing masing. Meskipun aku juga tahu ada yang menyatukan kami, entah apa, sesuatu yang tak terungkapkan dengan kata-kata. Aku menerima, apapun yang diberikan kehidupan ini kepadaku, semua sudah sempurna bagiku, meskipun terkadang tak sempurna di mata manusia lainnya. 

Seperti kehidupan, selalu berawal dan berakhir, ada pertemuan ada perpisahan. Namun yang terpenting adalah kesadaran memahami bahwa semua hanyalah perjalanan yang harus dilewati, dan menyelesaikan urusan sepanjang perjalanan ini dengan sebaik baik perilaku. Ada rasa haru ketika sampai pada pemahaman itu, semua terasa tenteram dan damai, kubiarkan semua terjadi dan mengalir, semua nampak indah dimataku, dan syukur ini mengindahkan hidupku. Keindahan hidup yang sempurna, sesempurna bulatnya purnama penuh yang menerangi sepanjang malam yang kami lewati. 

Hingga sampailah pada pagi, ketika dia beranjak untuk pulang, aku hanya mengatakan, aku pasti merindukannya. Hanya rindu yang terbingkai indah, kubiarkan tetap pada tempatnya, karena kerinduan adalah warna yang menyempurnakan keindahan pertemuan.


"I'll miss you so much," 
"mee too" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar