"Laki-laki dan perempuan berpikir secara berbeda, memahami masalah secara berbeda, menekankan pentingnya segala sesuatu secara berbeda, dan mengalami dunia di sekelilingnya lewat saringan yang sangat berbeda" (Dr Marianne J Legato)
Awalnya adalah obrolan yang manis antara aku dan dia, sekedar mengkompromikan hal-hal remeh temeh dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Namun akhirnya merembet kemana-mana, mungkin aku terlalu detail dengan pernik-pernik hidup dan satu hubungan. Sambil ngobrol aku membaca majalah yang aku beli tadi siang, tiba-tiba saja saat membaca satu artikel aku teringat satu fakta yang mengganggu ketenangan otakku. Tanpa ba bi bu, langsung aku serang dia dengan pertanyaan tajam, "Sebenarnya ada apakah antara kamu dan dia, tak mungkin dia begitu bila tak pernah ada apa-apa." tanyaku. "Aku kan sudah pernah bilang, gada apa-apa, berapa kali aku harus mengulanginya?" jawabnya. "Terserah mau berapa kali." Jawabku ketus, lalu lanjutku, "Atau jangan-jangan kau bilang begitu juga ke dia bila dia bertanya padamu tentang aku ya?". "Sudahlah, kalau cuma mau membahas tentang ini aku nggak mau." katanya, " jadi berarti selama ini kamu gak pernah dengerin kata-kataku." Serasa bertambah terbakar dada ini, emosi semakin meluap-luap. Pasti begini-pasti begitu, pikirku, mungkin sinapsisku korslet. Untungnya aku masih sedikit ada teori yang nyelip di otakku, sekedar mengerem hasrat menuruti perasaanku yang merusak. Masih ada sedikit pikiran jernih, kalau memang dia begitu, lantas kenapa dia rela meninggalkan semua, untukku, dan membuang semua yang menggangguku. Akhirnya setelah beberapa lama terdiam aku buka suara, "Sudahlah, aku ikut kata-katamu sajalah, kebenaran adalah waktu. Biarkan waktu yang menguji kita.". "Iya, itu kamu tahu, tapi kenapa kamu masih tanya dan tanya lagi? Sekali waktu kamu bisa ngerti, tapi lain waktu di ulang dan diulang terus!" Jawabnya kesal. Melihat dia cemberut dan kesal, aku malah jadi geli. Karena sebenarnya aku juga hanya menuruti sekelebat bayangan hasil reka-reka aku sendiri. Aku masih sangat menyayangi dia, dan tak ingin dia pergi. Aku tahu, mungkin dalam kepalanya dia berpikir, kenapa setiap hal kecil selalu menjadi drama besar? kenapa harus meributkan segala sesuatunya? Dan kenapa disaat semua sudah selesai ia tidak bisa melupakannya?
Tak ingin dia berlama-lama kebingungan dengan apa yang terjadi, aku segera menjawab pertanyaannya dengan santai, "Because I come from Venus". Akhirnya dia tersenyum dan berkata, "Yap! and Venus never listening!", " That's mean I'm a real Venus". " Yes!! Totally Venus.. udah aku mau tidur, jangan diganggu."
Pertengkaran atau perdebatan-perdebatan kecil seperti diatas dari satu segi adalah pertengkaran yang lumrah dalam satu hubungan. Namun dilihat dari sisi lain, hal itu mewakili dengan sempurna apa yang begitu sering menjadikan salah paham diantara laki-laki dan perempuan.
Mungkin dalam satu pola relationship, hubunganku dan dia bukanlah hubungan yang buruk, kami merasa bahwa kami memang diciptakan untuk melengkapi satu sama lain, dan sangat-sangat saling membutuhkan dan saling bergantung, akan tetapi saat terjadi pertengkaran aku dan dia terkadang merasa bahwa kami terasing satu sama lain. Kenapa ini bisa terjadi?
Anatomi pertengkaran :
Kadar estrogen yang tinggi pada perempuan juga memperpanjang durasi sekresi hormon stress, kortisol, sehingga perempuan merasa lebih stress dibanding laki-laki pada saat mendapati masalah yang sama. Estrogen juga mengaktifkan bidang saraf yang lebih luas didalam otak perempuan, hal ini mengaktifkan sel yang memberi perempuan suatu jaringan yang diperlukan untuk membentuk lebih banyak memori terperinci mengenai urutan-urutan suatu kejadian. Jadi kadar hormon perempuan menjamin bahwa perempuan itu benar-benar memiliki memori yang lebih terperinci dan kuat atas suatu kejadian dibanding laki-laki.
Perbedaan lain adalah dari cara bertengkar. Otak kiri yang merupakan pusat kemampuan berbahasa, pada perempuan lebih banyak memiliki materi abu-abu dibanding pada laki-laki. Faktor inilah yang menjelaskan bagaimana tuduhan-tuduhan yang dilontarkan perempuan sarat mengalir sedangkan laki-laki cenderung bereaksi diam.
Saat seorang perempuan memproses setiap pemicu stress, otaknya mengirimkan sinyal untuk hormon yang membantuya mengatasi stress itu, dengan cara meningkatkan tekanan darahnya dan mendorong jantungnya berdetak dengan tempo dua kali lipat daripada saat normal. Hormon itu biasa disebut oksitosin. Kadar hormon ini akan tinggi saat perempuan menghadapi tekanan (menjadikan Oksitosin suatu hormon spesifik gender), dan merupakan alat yang kuat untuk membantu perempuan menghadapi tantangan. Sedangkan laki-laki memilih "hadapi atau lari".
Mars dan Venus
Menurut John Gray, perbedaan perbedaan gender akan mudah dipahami dan dipecahkan dengan sense of humor. Bagi laki-laki (diumpamakan adalah makhluk dari Mars), bila tidak bisa memecahkan persoalan, solusinya adalah lupakan dan jalan terus. sedangkan pada perempuan (diumpamakan makhluk dari Venus), bila menghadapi masalah dan tak bisa memecahkan persoalannya paling tidak bisa membicarakannya. Jadi bagi kaum lelaki, apabila seorang perempuan berbicara panjang lebar bukan berarti dia ingin membuat nya kesal, tapi itu hanyalah disebabkan karena bagi perempuan begitulah caranya menghadapi persoalan.
"Arti diri seorang laki-laki ditentukan oleh kemampuannya untuk mendapatkan hasil, sedangkan arti diri bagi perempuan ditentukan oleh perasaannya dan kualitas-kualitas hubungan-hubungannya" (John Gray Ph.D)
"Kalau kita ingat bahwa pria berasal dari Mars dan wanita berasal dari Venus, maka segalanya akan mudah dipahami"
(John Gray Ph.D)
Reff :
Dr Marianne J. Legato, Why Men Never Remember & Women Never Forget, Gramedia Pustaka Utama, 2006