Sabtu, 20 April 2013

Nyanyian Burung Hantu

" Matahari terbenam, hari mulai malam. Terdengar burung hantu, suaranya merdu.. uu uu uu uu uu " 

Bekerja adalah kewajiban yang harus dijalani, ibarat sebuah pernikahan yang didasarkan atas perjodohan, aku tak memilih pekerjaanku saat itu, karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, aku melamar dan menggelutinya. Banyak suka duka, terkadang jenuh dan demotivasi, serasa ingin bercerai dengannya. Namun , bila aku resign, mungkin tak mudah aku menemukan lagi yang seperti ini. Didasari pemikiran itu, aku memutuskan untuk mencintai pekerjaan ini, apapun dia. Seperti pasangan hidup, pasti ada kelebihan dibalik beberapa kekurangannya. Benarlah, perlu strategi hati agar tak jenuh dan bertengkar sendiri, harus seimbang antara hak dan kewajiban keakuan, harus bisa menemukan serpih diri sendiri diantara tuntutannya yang mengaburkan jatidiri. Aku bisa tetap mencintainya tanpa mengabaikan kebahagiaan diriku sendiri.Tanpa harus menyelingkuhi pekerjaanku, aku hanya harus membagi waktuku antara pekerjaan dan diriku sendiri. Ya, aku menemukannya di dalam malam. 

Entah apa jadinya bila hari berlalu tanpa malam. Terimakasih Tuhan, telah menghadiahkan malam dalam setiap harinya, meskipun aku tak bisa memiliki seluruh malam, namun setidaknya ada secuil malam yang bisa benar-benar menjadikan diriku adalah aku. Tak peduli apa namanya, malam minggu ataupun bukan, setiap lewat tengah malam adalah keindahan tersendiri buatku. Waktu dimana aku bisa menjadi aku, waktu dimana aku terbebas dari jerat-jerat kapitalis, waktu dimana aku tak harus berhubungan dengan uang dan segala materialisme. Waktu dimana aku bisa  memiliki diriku sepenuhnya, bercengkerama dengan penuh cinta dengan cinta sejatiku, Tuhan. 

Senin, 01 April 2013

Hening Jiwa

Lahir, hidup. Butiran demi butiran molekul oksigen merasuki paru-paru, lalu dikeluarkan bercampur karbon sisa pernafasan. Menikmati setiap hirup dan hembusan nafas. Terduduk hening di tepian sungai bening yang mengalirkan gemericik air. Paras wajahnya tersaput lembut sinar matahari senja, gurat-gurat lelah tersamar. 

Sabana, hutan dan gurun kehidupan mengajarkan banyak hal. Rumpun ilalang, pepohonan menjulang, butiran demi butiran pasir, desau angin, silau mentari, basahnya rintik hujan, dan setiap jiwa yang dijumpai menyemaikan pelajaran kehidupan, membawa jiwanya bertumbuh. 

Kadang tak yakin tuk mampu beranjak tuk satu pencapaian yang lebih tinggi lagi. Dia terlalu menjiwai bulir-bulir airmata yang menggenang tanpa mampu berucap pada siapapun. Tatkala pedih datang, semua luka-luka lama seakan-akan tercabik-cabik lagi. Terkoyak-koyak oleh angan, perasaan dan segala yang tak kasat mata tapi terasa. 

Lelah berangan-angan, lalu menyerah. Menyerah pada takdir, menyerah pada kuasa Illahi. Memilih untuk mati rasa. Pupuk memang tak berbau wangi dan tanah yang didangir adalah hamparan tanah yang sengaja dibuat terluka. Tak ada yang kebetulan dalam hidup ini, semua sudah diatur Yang Maha Kuasa. Jiwa ini sedang bertumbuh dan berharap kuat sampai pada sebuah ketenangan yang tak terusik lagi oleh luka ataupun bahagia. Sedih tak mampu lagi membuatnya menitikkan airmata, hanya membuat butiran yang mengilatkan mata,  gembira tak mampu membuatnya tertawa, hanya seutas senyum simpul sederhana.  Kosong, tak ada sedih tak ada gembira. Hening.