Pulang, dengan sejuta penat. Aku hempaskan tubuhku ke lantai kayu yang keras di teras depan rumah kayu. waktu sudah lewat senja. Hanya ditemani satu lentera yang nyala temaram, yang harus dijaga agar tak padam terkena hembusan angin malam yang mulai bertiup kencang ditingkahi hujan yang turun makin deras. Suara kodok dan jengkerik bersahut-sahutan menimpali suara jatuhnya air dari langit. Aku hanya ingin berbaring disini, diam.
Kabar tadi siang masih terngiang, antara nyata dan tidak berputar-putar di kepalaku. Aku harus meninggalkan pulau ini, meninggalkan rumah ini. Mungkin juga meninggalkan semua kenangan tentangmu. Sebenarnya bukan kabar baru, ini adalah kepastian dari kabar yang pernah aku dapatkan sebelumnya. Sangat berat buatku meninggalkan semua kenangan indah disini, tanah kelahiranku, tanah tempat aku dibesarkan, tanah tempat aku membangun mimpi, juga tempat aku dihempaskan oleh mimpi-mimpiku sendiri. Masih banyak keinginan yang tertunda, masih banyak tempat yang ingin aku kunjungi disini. Tapi waktuku tak banyak lagi. Aku sudah memutuskan untuk pergi..
Rumah kayu ini belum sempat mewujudkan mimpi kami, namun sudah harus aku tinggalkan, sebuah perjuangan harus aku tempuh. Terasa begitu hampa dan sendiri. Mataku menerawang jauh, benarkah aku kesana untuk sebuah tugas, sebuah perjuangan? apakah bukan karena aku ingin lari dari semua kenyataan, lari dari segala pedih dan luka yang kau berikan? Entahlah. Sebuah kepergian yang dipaksakan, sebuah kepergian yang harus aku tempuh, sebuah keputusan akan masa depan, sebuah ketegasanku akan kita.
Menghitung sisa-sisa hari aku masih ada disini. Aku pasti akan kehilangan semuanya, semuanya. Aku pasti akan merindukan gemericik air sungai di depan sana, kicau prenjak sepanjang pagi, semuanya, semuanya....